Selasa, 25 November 2014

Selamat Ulangtahun Galih

Selamat malam pembaca blog saya.Terimakasih sempat mampir untuk membaca tulisan kali ini.Sososk yang saya tulis kali ini salah satu orang yang memberi  bekas yang baik dalam hidup saya.Saya merasa beruntung mengenalnya :)


(saya menulis ini lagi sembari mengingat dengan jelas apa yang sudah terjadi di 12 tahun silam.Iya,saya memang pengingat yang baik perihal pengalaman hidup yang berharga)

Kejadian ini terjadi pada tahun 2002,saat saya masih kelas 4 SD.Karlina kecil yang dekil dan berkacamata serta cuek dan pemalu.Hehe waktu saya kecil memang saya pemalu tapi ga tau sekarang kok malah malu-maluin.


Oke lanjut.

Di bangku kelas 4 SD itu,saya mengenal satu orang lelaki yang sering mengajak saya main di halaman depan rumah.Tapi sayangnya saya ini tidak boleh main keluar jika sudah magrib,belum lagi saya ini orangnya tidak begitu cepat akrab (Intinya saya yang sekarang ini sudah sangat berbeda dengan Karlina kecil hehe)


Dia sering sekali mengajak saya bermain mencari harta karun bersama sodara-sodaranya.Jadi permainannya itu ada barang yang disembunyikan oleh salah satu orang,para pemainnya harus cepat-cepatan lari untuk mengikuti petunjuk panah yang digoreskan di paving dengan kapur dan berlomba mendapatkan barang yang disembunyikan itu.Karlina kecil hanya bisa melihatdari balik pagar rumah atau sering juga mengintip darijendela kamar hanya sekadar untuk melihat permainan harta karun itu.

Tapi di suatu sore saat dia memainkan game harta karun itu,saya sempat keluar karena ban sepeda saya bocor dan sampai di mulut gang.Saat itu Galih sedang di tempat harta karun.Dia memenangkan gamenya.Dan disitu untuk pertama kalinya kami berkenalan.


Lelaki ini namanya Galih.Dia anak pertama dari tiga bersaudara.Di keluarganya semua anaknya laki-laki.Dia bersama keluarga berdomisili di Pekalongan.

Dia beda dua tahun dengan saya.Lelaki tirus,berkulit putih,mata sipit,dan rambut ikal.Laki-laki ini saya kenal karena dia adalah cucu dari tetangga depan rumah saya.Jadi Galih sering sekali main ke rumah kakeknya ini setiap Sabtu Minggu.Dia tak hanya sekadar berkunjung,seringnya dia ke Semarang saat Sabtu dan Minggu untuk mengikuti lomba tamiya dikotaku ini dan dia salah satu pelomba tamiya yang suka sekali pulang dengan piala.



Pada suatu hari sebelum dia kembali ke Pekalongan,seperti permintaanya saya memberikan kertas yang berisi nomor telepon rumah saya.

 

29 April 2002 (tanggal ini selalu saya ingat)

Di tanggal dan tahun itu saya masih ingat betul untuk pertama kalinya Galih menelepon saya.Tapi kali ini dari nada suaranya saya bisa tau bahwa dia dalam kondisi tidak baik.Ada suara batuk yang sering kali ia lakukan.Seperti menahan sakit.Dan saya selalu menanyakan apakah dia sakit dan dia selalu berkata tidak.Sampai ada pada satu pertanyaan yang membuat saya gaguk dalam beberapa menit.Dia menanyakan apakah saya mau menjadi kekasihnya.Hahaha diusia sekecil itu saya benar-benar sama sekali tidak paham.Saya hanya menertawakan pertanyaannya itu.Di sela saya tertawa,tau-tau telepon yang ia genggam beralih ke suara lelaki yang berat.Sepertinya itu bapaknya Galih.Karena saya takut,saya segera menutup telepon itu.

Pertanyaan demi pertanyaan terus bertengkar di isi kepala.Seolah pertanyaan-pertanyaan ini tak mau akur.Ingin menang satu sama lain.”Galih kenapa?Apa tadi bapaknya?Apa galih sakit?Klo sakit,sakit apa?Kenapa nadanya terputus-putus?.....”

Saya mengganti objek penglihatan.Kini saya  sentuh telapak tangan kiri saya  dengan menggunakan telapak kanan.Mengibaratkan telapak tangan saya adalah tangan Galih dan telapak tangan kanan saya adalah saya.Entah mengapa saya mengeluarkan air mata.Sayamengibaratkannya meninggal.Ini benar-benar diluar nalar namun mengapa demikian…?Seolahterlihat nyata.Mengapa telapak tangan kanan saya seolah sedang benar-benar menyentuh tangan galih ..

yang-sudah-tiada….

 

30 April 2002

Pertanyaan tentang Galih terus menerus ada dikepala saya.Tapi pertanyaan itu akhirnya terjawab dengan datangnya Linda (sepupu Galih).Linda yang waktu itu bilang kepada saya bahwasanya Galih meninggal.Galih meninggal karena demam berdarah.

Saat itu juga saya menangis dan sekaligus mengerti.Saya ingat apa yang ia katakana pada tanggal 29 April itu.Saya benar-benar berada diposisi yang tak karuan rasanya.

Tapi mulai saat itu,saya yang memang masih bocah belajar satu hal yang saya pegang sampai sekarang,”bahwasanya hidup itu cepat.Maka lakukan apa yang harus dilakukan saat ini tanpa harus menunda.Segerakan apa yang memang harus segera karena tidak ada yang tau apa yang terjadi esok”.Dan dihari yang sama pula,saya si bocah sepuluh tahun berjani dalam diri suatu saat entah kapan,saya harus berkunjung ke makam Galih.Saya berjanji dan saya harus menepati.

------------------

 

 

Pada tahun 2010,saat saya kelas dua SMA.Waktu itu saya lupa sedang ada libur apa tapi yang jelas saat itu sedang hari libur.Naluri saya tiba-tiba mengingatkan saya pada satu nama : Galih.

Kebetulan saat itu saya juga baru saja menang juara 1 lomba karya tulis dan hadiahnya juga mendapatkan uang.Sekali lagi-entah-apa-yang-saya-rasakan.Ada sesuatu yang tidak bisa saya deskripsikan.Ini perihal suara hati nurani saya.Seperti yang bapak saya ajarkan,hati nurani terkadang mengarahkanmu pada sesuatu yang benar adanya.


Saat itu yang saya lakukan hanya mengikuti nurani saya.


Saya mengambil uang yang saya dapatkan dari lomba karya tulis dan bergegas ke alamat rumah eyangnya Galih (tahun 2010,eyang Galih sudah tak jadi tetangga saya.Beliau pindah.Oleh karena itu saya harus ke rumah tetangga saya yang tau kemana eyang Isman (eyangnya Galih) ini pindah.Dan saat saya dapatkan alamat rumah eyang Isman,saya segera menuju kesana.

Sesampainya disana,saya disambut langsung dengan eyang Isman.Eyang Isman memberi saya alamat rumah Galih dilengkapi dengan petunjuk jalan seadaanya yang beliau gambar di kertas.Sebelum saya pamit,eyang Isman juga sempat menelepon ayahnya Galih.Memberitahukan bahwa saya akan datang (entah seperti apa cara eyang Isman mendekripsikan kehadiran saya kesana).

Setelah berbekal kertas yang berisikan alamat dan petunjuk jalan tersebut,saya berangkat.

Saya berangkat menggunakan bis menuju Pekalongan.Saat saya mengeluarkan uang (saat mengambil uang hasil lomba yang saya letakkan diatas lemari itu,saya asal ambil dan langsung saja memasukkan ke tas),saya sadar nantinya uang saya akan kurang.Lantaran saya harus membayar untuk berangkat sebesar 35.000 dan uang yang saya bawa ternyata sangat pas yaitu 70.000.Ini berarti uang yang saya bawa hanya cukup untuk ke Pekalongan dan pulang lagi ke Semarang.Ini sempat membuat saya beroikir macam-macam ‘kalo-nanti-ada-kebutuhan-mendadak-dan-saya-pakai-uangnya-lalu-kekurangannya-harus-saya-bagaimanakan.Sampai-sampai saya berpikir mungkin bisa jadi tukang cuci piring di rumah makan padang.Tapi saya meyakinkan diri bahwasanya pasti Allah membantu dan mencukupkan saya.

 

Saat bis sudah menginjak tanah Pekalongan,para penumpang banyak yang turun ditengah jalan.Karena saya pun tak tau harus turun dimana,maka saya juga ikutan turun di tempat turun manusia yang banyak turun itu.Saya bingung saya harus kemana.Lalu saya solat dulu di masjid yang saya temui (masjid ini terletak di jalan utama Pekalongan).Setelah selesai solat,saya menanyakan kepada seorang bapak apakah tujuan saya sudah dekat atau masih jauh.

Dan bapak tersebut bilang bahwasanya masih harus melewati tiga traffic lamp lagi.Dan itu-masih-jauh-sekali.

Karena saya berpikir saya tidak mungkin menggunakan uang saya ini (nanti kalo saya gunakan,bagaimana saya pulangnya?pasti kurang…) maka saya jalan kaki.Tak terasa saya berjalan sampai sudah melewati dua trafficlamp.Sudah separuh jalan tapi sungguh saat iitu sayasudah tidak kuat lagi.Dan saya memutuskan menggunakan uang saya 2000 untuk naik angkot setelah sebelumnya sempat bertanya juga saya harus naik jurusan apa.


Saya turun di persis depan pintu gerbang perumahan bina griya.Kini saya tinggal mencari blok dan nomor rumah saja.Saat saya sudah menemukan rumah Galih,muka saya  mulai menunjukkan tanda kecemasan kecil.Jemariku ragu untuk menekan tombol bel yang tersedia.Apakah keputusan yang tepat datang kemari setelah kepergian Galih delapan tahun silam?

Saya tengok ke arah pagar.Memusatkan pandangan lebih dalam dan mendapati ternyata pagar tak terkunci.Rasa berkecamuk dan ragu kembali bermain dengan harmonis.Tiba-tiba datang sesosok pria yang  membuka pintu rumah.Mata kami sempat beradu persekian dettik hingga akhirnya lelaki itu membuka percakapan terlebih dahulu.

“Mbak Karlina ya?”

“Iya..pak”,Ucap saya dengan nada setangah heran.Kenapa bisa tau?

“Eyang Isman sudah memberi tau saya jika teman Galih akan datang”,Balasnya sembari melempar senyum hangat.


Lelaki itu kian menunjukkan identitasnya yang berplakat sebagai ayah galih.Ingatan saya masihbisa jelas menangkap mata sipit Galih yang dia turuni dari sang Ayah.Memasuki ruang tamu,si Ayah mempersilakan saya duduk dan meninggalkan saya hanya berdua dengan ibu Galih yang ikut duduk menemami saya. Tak saya lihat pemandangan yang begitu ramai.Tak ada hiasan dinding yang terpasang.Ruangan ini sangat lengah hanya sekelompok sofa dan satu toples kacang yang menemani kami berbincang.

“Terimaksih ya sudah datang kemari.Ada apa kok bisa datang kemari?”

“Tidak jelas Bu.Saya hanya mengikuti kata hati saya”,Balas saya terseret.Saya tau mungkin jawabanku ini tak logis.Tapi ya memang begini adanya.

Saya lihat ekspresi wajahnya berubah.Senyum hangat yang ia sajikan berubah menjadi kegetiran.Matanya mulai berkaca.Saya membisu kaku.Yang saya rasakan sekarang,sofa tak begitu nyaman.Saya ingin berdiri lalu berlari.Telinga saya tak siap mendengar dan pikiran sayatak siap menerima lalu terolah oleh perasaan.Ya Allah bagaimaana ini?


“Galih itu anak baik.Saat anak seusianya lebih memilih main bersama teman-teman,Galih adalah sosok yang lebih memilih menemani adiknya di rumah.Galih juga anak yang penurut.Dia menyelesaikan tugas didunianya dengan sangat cepat. Tapi terimakasih ya mbak sudah datang.Jujur saya tidak menyangka akan kedatangan teman alm.Galih.Kebetulan hari ini pas dengan hari kami untuk nyekar”. (nyekar=mengunjungi makam untuk mendoakan (dalam bahasa jawa))


Ibu Galih lalu masuk ke dalam kamar untuk bersiap.Saya pindah ke meja makan yang disitu ada dua adik Galih.Satunya Bayu dan satunya Satrio.Ternyata Bayu yang waktu itu sudah ada di bangku SMA kelas 1 masih mengenali saya.Yang buat saya kaget karena Satrio sudah masuk di bangku SD karena saat itu saya lihat Satrio masih digendong ibunya.

Setelah kami semua siap,saya mendapati Ibu mengambil tas dan  membawakan satu aqua besar.Tak lupa satu bungkus bunga juga tersiap.Bayu pergi ke tetangga sebelah untuk meminjam motor karena motor  hanya satu sedangkan kami berempat akan kesana.Ayah tak ikut lantaran harus berangkat bekerja.

Saat saya  menegok keluar,saya melihat cuaca tak begitu baik.Warna langit sudah condong keabuan.Saya menggoncengkan ibu dan Bayu menggoncengkan Satrio.Cuaca bukan tersenyum cerah namun mulai menitikkan air mata.Ibu yang membawa payung bergegas membuka payung dan memayungi saya yang mengendarai motor sedangkan Bayu lebih memilih mempercepat laju mudinya.Kami memutuskan untuk berteduh di warung bakso yang tutup.Duduk sederet bersama sembari mengusap-usap rambut dan menggesekkan kedua telapak tangan.Ibu menyuruh agar posisi duduk kami merapat.Sungguh saya merasakan hal yang berbeda.Begitu hangat keluarga ini.Saya tak merasa sedang berada bersama orang baru.

Permainan gemericik air dari langit mulai mengecilkan volumenya.Kami melanjutkan perjalanan yang tinggal belok ke kanan dari tempat kami berteduh.Mendapati tanah yang bercampur degan air layaknya adonan.Membuat sandal sulit menapak.Langit masih saja memberi tetesan air di kondisi seperti ini.Kami pikir akan reda dalam waktu cukup lama.Nyatanya pikiran kamisalah.Langit masih menurunkan tetesannya walau sedikit.

Bayu dan Satrio memilih untuk tak berpayung sedangkan saya dan ibu mengenakan payung.Kami berempat berdoa ditemani hujan yang kian membesarkan volumenya.Terasa seolah mewakili apa yang saya rasakan.Begitu merintih di dalam hati melihat batu nisan bernama  ‘Galih Pratama ‘ terpatri.

“Saya tinggal dulu ya nak”,Ucap ibu sembari mengusap bahu saya.Ibu tau benar saya hanya ingin berdua.

Kembali saya lihat dalam-dalam batu nisan di hadapan.Saya usap bagian kepala nisan dengan penuh kelembutan.

“Galih..saya datang menepati janji.Maaf baru datang sekarang ya..”

Saya melakukan percakapan kecil berdua dengannya diiringi rintikan hujan yang mengalun lirih.

Sampai di rumah,saya diminta ibu untuk ganti baju( lantaran basah karena hujan) dengan baju Ibu Galih yang kebetulan kami memang satu ukuran.Saat ibu masuk lagi ke kamar,saya sempat bercakap sedikit dengan Bayu menanyakan mengapa tidak ada foto Galih satupun disini.KataBayu,Ibu sudah tidak menempel foto yang ada anak Sulungnya itu lantaran Ibu masih suka sedih jika melihatnya.

Pandangan mata serius yang kutujukan pada tembok mulai teralih.Gerakan langkah ibu Galih yang kian mendekati saya menjadi penyebabnya.Saya menatap mata ibu dalam-dalam.Semburan rasa getir itu bisa saya rasakan.Hingga akhirnya menyentuh kalbu dan sekejap air mata yang beku mulai mencair dengan pasti.Kalimat yang ingin ibu lontarkan terasa menyendat.Ibu memilih menyeruput udara secara dalam-dalam lewat tarikan mulut dan hidungnya.Sayamenunduk.Mencari sumber titik yang bisa kugunakan sebagai titik pusat perhatianmataku.Namun semakin lama mata saya mencari,semakin gusar hati.

“Karlina...”,Suara itu mengakhiri pencarian titik pusat perhatian yang saya lakukan dari tadi sebagai ajang pelampiasan tujuan.Terlihat betul ibu mencoba menyerempakkan raut wajah dan mimik mukanya agar terlihat semua baik-baik saja.

“Iya bu”

Paras ibu yang cantik tanpa polesan make-up kini kembali menampakkan aura keseriusan.Butiran air matanya jatuh perlahan.Ibu memang tak bisa bersandiwara lebih lama. Bersamaaan dengan air mata yang menjalar di pipi,ibu mengeluarkan buku bersampul putih yang ia umpatkan dibalik punggungnya.Buku yang dipegang oleh tangan kanan beliau,kini diserahkan pada saya.Saya hanya diam.Membaca dengan jeda nafas yang mulai keluar secara terbata-bata.






Kini  saya rasakan ada air yang melewati pipi lalu menyentuh bibir.Terasa semakin deras tatkala semua kejadian meresonansi diotak.

“Waktu itu padahal sudah pesan buku ini sesuai dengan jumlah yang datang.Semua anggota keluarga juga sudah dapat tapi sisa satu.Ibu sempat heran” 

Masih sama.Aku diam.Sampul yasin ini membuat apa yang ibu lontarkan sebagai backsoud dari keseriusan saya.

“Tapi sekarang ibu sudah tidak heran.Mas Galih tau mbak Karlina mau kesini.Makanya disisakan satu untuk mbak”,Sambung ibu tenang.


Bu waktu tanggal 29 April Galih sempat menelepon saya..”

“Apa betul mba?saat tanggal itu sepertinya mas Galih sudah tidak bisa apa-apa.Ibu sempat terus-terusan mengaji untuk mas Galih dan sebelum mas Galih meninggal ibu membacakan doa di telinga mas Galih dan mas Galih meninggal sembari tersenyum. Tapi ya mungkin saja mas Galih mau pamit itu dengan mba”.


Saya tak bisa menyingkronkan apa yang ibu utarakan dengan apa yang saya alami di tanggal 29 April 2002.Mungkin memang semesta memiliki bahasanya sendiri untuk menyampaikan.


Tak bisa saya tahan kelu yang membuta ini.Saya balas apa yang ibu ucapkan dengan pelukan.Rongga nafas saya terasa sesak.Perih mulai menggerogoti perlahan.Saya tak bisa menahan ini lebih lama.Ibu menyambut saya dengan mengelus rambut.Kami membaur dengan sangat akrab. Sapuan udara yang masuk lewat jendela,ventilasi,dan celah kecil dari pintu bersatu.Menyelimuti pelukan dan air mata kami yang berpacu mengalahkan detakan waktu.

Untuk kau,wanita dalam pelukan.saya bahagia sempat merasakan pelukan darimu.Kau wanita hebat dan aku yakin,Galih selalu melihatmu dari surga.Menjaga keluarga ini dari kejauhan.

************

Tak terasa senja mulai jatuh.Saya harus mengakhiri perjumpaan luar biasa ini.Memberikan pelukan untuk kesekian kalinya pada Ibu adalah momen yang paling saya suka.Rasanya enggan saya lepas.Pelukan itu terasa hangat penuh keramahan.

Setibanya di terminal,saya segera menaiki bis menuju Semarang yang dibelikan oleh ayah Galih.Lambaian tangan dari ayah Galih,Bayu,dan Satrio menjadi ujung cerita yang manis.Mata saya terasa pilu dikala harus berpapasan dengan lambaian tangan itu.Lambaian tangan yang membuatku merasakan kelegaan dan haru secara bersamaan.

Maaf ya ceritanya panjang.Saya mencoba menampilkan suasana sedetail mungkin karena iya-saya-masih-sangat-ingat-dan-seumur-hidup-saya-akan-selalu-ingat.

Galih adalah salah satu cerminan bagaimana seorang anak yang bisa membuat bangga kedua orangtua memilikinya.Bagaimana Galih kecil yang diusianya kala itu mungkin lebih asik bermain jika di rumah,malah di rumah dia mengasuh dua adik lelakinya.Dia juga berptestasi di hobinya bermain tamiya hehe.


Dan iya,saya termasuk orang yang beruntung sempat mengenalnya.


Dari dia pula saya belajar bahwasanya janji adalah sesuatu yang harus ditepati kapanpun.Hehe dan saya lega karena saya berjanji pada diri saya sendiri dan bisa menepatinya :)

Tapi jujur saya ini tipikal yang tidak begitu berani berjanji tapi saya hanyalah manusia yang akanberusaha mengupayakan dan mengusahakan yang terbaik agar bisa terwujud.


Dari dia juga saya belajar bahwasanya hidup ini cepat.Jadi kerjakan apa yang harus hari ini kerjakan.Katakan apa yang harus hari ini dikatakan.Karena hari esok adalah hari baru dan kita tak tau apa yang akan terjadi.


Oiya tanggal 25 November (beberapa menit yang lalu) Galih berulangtahun ke 24.

Kepada kamu yang sempat membaca ini tolong berikan kado untuk Galih lewat doa ya J

Terimakasih teman-teman.

Semoga doa teman-teman membantu Galih mendapatkan surge terbaik disana.

Terimakasih :)


Limpah bahagia untuk teman-teman!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Senin, 17 November 2014

7/11 Selamat Hari Lahir,ibuk.

Halo ibuku sayang yang selalu cantik walau tanpa make up


Selamat datang diusia baru buk.Semoga usia barumu menjadi berkah untuk kehidupan.
Tak terasa sudah diangka lima puluh dua saat ini.Diangka yang tak lagi muda,saya berharap ibu selalu awet muda seperti biasa.
Buk,terimakasih menjadi bagian terindah dari hidup saya.Walaupun saya ini bukanlah anak yang sepenuhnya baik.Karena kelakuan saya pernah juga membuat ibu kesal ataupun khawatir.

Buk,terimakasih karena menjadi ibu yang sangat cerdas mengarahkan apa yang tidak saya sadari.Saya masih ingat betul bagaimana ibu mengarahkan saya mengikuti lomba mewarnai saat kelas dua di sekolah dasar.Lomba pertama yang saya ikuti dan berhasil mendapatkan juara dua.Tapi ibu bukanlah ibu yang seperti ibu-ibu peserta mewarnai lain yang memasukkan anaknya ke sanggar menggambar tapi ibu yang membiarkan saya belajar dengan sendirinya.Iya belajar dari mengamati bagaimana komposisi warna yang baik dan lain-lain sampai akhirnya usia saya bukanlah lagi usia mewarnai namun masuk ke tahap menggambar.Saat itu ibu mengajari saya menggambar dengan cara ibu yang sangat unik.Karena ibu juga sebenarnya tak bisa menggambar,ibu mengajari saya dengan membeli contoh buku yang bergambar orang sedang menyiram tanaman,mencangkul,dan banyak lagi untuk ditiru bagaimana lekuk-lekuk yang dibuat pensil di kertas sampai akhirnya terbentuklah orang menyiram tanaman.Sampai akhirnya saya tak lagi menyontoh buku,tapi menciptakan gambar orang sendiri.Orang yang berukuran besar-besar yang tentunya sangat beda seperti gambar anak-anak yang les di sanggar.

Buk,terimakasih karena tak pernah mematahkan semangat saya untuk terus mengikuti lomba mewarnai menggambar yang saya ikuti hampir setiap minggu.Apalagi yang tak setiap saya lomba pasti menang,saya ini banyak kalahnya hehe.Tapi saya mau belajar dan sampai akhirnya saya jadi sering pulang dengan piala.Sampai akhirnya di kelas 6 SD saya bisa menang juara 2 dan mendapatkan uang satu juta yang saya belikan sepeda pink di barito.
Terimakasih selalu menjadi sosok yang sabar ya bu :)
Sabarmu berlanjut sembari membebaskan saya mencoba ke bidang seni lain.Dari baca puisi,bermain karawitan,teater,menjadi lakon di film pendek,menyanyi,sampai menjadi komandan terbaik pasukan pengibar bendera dan apalagi ya hehe...
Yang jelas saya berani mencoba karena ibu yang selalu meyakinkan saya bahwasanya saya mampu.Terimakasih bu :)

Terimakasih buk karena sewaktu kecil melarang makan mie instan dan chiki-chiki.Sampai waktu itu Karlina kecil ingin menukarkan ibuk dengan ibuk lain.Tapi semakin berrtambahnya umur saya,saya semakin tau apa maksut ibu semasa saya kecil itu  :)


Buk terimakasih atas setiap doa yang kau berikan untuk anak sulungmu ini.yang selalu menguatkan saya disaat saya ada diposisi bersedih sembari mengangkat tangan saya ke udara dan berkata "hidup mba Karlina hidup mba Karlina".Haha saya bangga memiliki ibu yang antik :))

Yang bisa juga menjadi rekan diskusi yang berkata salah jika saya salah dan benar jika saya  benar terlepas saya anak ibu.

Buk terimakasih karena menjadi sosok yang mengenalkan bahwasanya hidup itu harus juga untuk beramal.Beramal apapun yang bisa membantu sesama.

Buk terimakasih karena tak pernah memaksa saya menjadi apa-apa yang membuat saya mengarah menjadi yang tak diri saya sendiri.
Ibu selalu mengajarkan saya untuk berproses.Nikmati semua suka dengan tulus dan menikmati duka seperti layaknya menerima suka.

Terimakasih buk karena mengajari saya untuk berusahalah berbuat baik kepada siapapun.

Terimakasih buk karena  menjadi sosok yang mengajarkan saya untuk berusahalah keras dengan cara apapun yg halal untuk mengubah mimpi menjadi kenyataan.

Terimakasih buk untuk hal-hal yang masih banyak lagi yang berplakat banyak terimakasih.

Karena saya bangga memiliki ibu,jadi semoga selalu ada waktu untuk membuat ibu bangga memiliki saya.


Saya mencintaimu.







Rabu, 12 November 2014

Dear Bapak Hitam Cina Sunda

Halo bapakku yang pulang kerja pukul lima sore dan kini sedang menghabiskan kopi buatan anak sulungnya ini di ruang tengah.

Selamat hari ayah,wahai bapak hitam cina sundaku.Terimakasih sudah menjadi sosok yang bersedia saya cintai  dengan cara saya walaupun saya jarang mengungkapkan.
Pak,terimakasih sudah menjadi sosok yang selalu saya kagumi.Yang mendidik saya dengan keras namun saya tau maksutmu selalu baik.Kau hanya menginginkan anak perempuanmu ini tangguhkan?:)
Terimakasih karena selalu menjadi rekan yang seru untuk beli sepatu boots.
Rekan yang memainkan gitar putih dan aku menyanyi lagu yang kau ciptakan.

Bapak yang keras namun tetaplah sosok yang hangat.
Bapak yang selalu menginginkan full team kumpul berempat menikmati weekend bersama.
Bapak yang suka cemburu bila saya ada kegiatan disaat beliau menginginkan saya ikut di acara keluarga lalu memberi saya toleransi (karena bagaimanapun sesungguhnya saya pun bersedih pak jika tidak bisa ikut.Tapi harus bagaimana lagi)
Darimu saya belajar arti keluarga.

Terimakasih pak,darimu saya belajar pula untuk mendengarkan suara hati dan peka ternadap semesta.
Sosok yang bisa diajak diskusi dengan memberi nasihat yang tak memposisikan diriku anakmu.Sosok yang bisa bilang saya salah disaat saya memang salah,rumah untuk suatu pertanyaan,dan menguatkan saya atas suatu keputusan.
Sosok yang selalu memgajarkan saya bersyukur.Berteman dengan siapapapun sebagai salah satu cara belajar bersyukur.

Sosok yang selalu mengingatkan bahwasanya untuk cita-cita besar harus ada usaha diseimbangi doa.

Pesan saya pak,di usiamu sekarang ayolah mengurangi rokok.Saya sedih saat waktu lalu kau sempat sakit pak.Mendengarkan batukmu rasanya menyedihkan.Jadi,sayangi lagi tubuhmu ya pak.


Oiya pak,sampai kapanpun cintai kami dengan caramu yang baik itu.
Aku,ibu,dan adik mencintai dan bangga memilikimu.
Tertanda
Anak sulungmu.